Selasa, 24 Juni 2014

Tiga Karakter Puasawan



Tiga Karakter Puasawan
Dr. Muthoifin Walidem
Ternyata, yang namanya puasa itu bermacam-macam karakternya, bertingkat-tingkat jenisnya. Ada yang namanya puasa awam atau puasanya orang-orang umum, ada puasa khowas atau puasanya orang-orang khusus, dan ada juga puasa khowasul khowas atau puasanya orang-orang terkhusus (pilihan). Seperti halnya anak-anak sekolah, ada yang tingkat  dasar, menengah, dan tingkat perguruan tinggi. Tingkatan puasa ini, tentunya tergantung kualitas orang-orang dalam menyikapi dan menjalankan aktifitas puasa ini.
Kalau memang puasanya hanya sekedar menahan diri dari makan, minum, dan senggama di siang hari, maka puasanya itu bisa diibaratkan anak yang masih sekolah dasar. Mengapa demikian?, karena ia hanya mampu berpuasa pada tataran dasar, yaitu hanya mampu menahan dari sarapan, makan siang, minum, dan bersenggama. Puasa jenis ini ternyata sangat masif sekali dijalankan orang-orang yang sedang berpuasa pada ramadhan kali ini. Mereka hanya sekedar menahan diri dari hal-hal di atas agar layak dianggap sudah menunaikan ritual puasa. Inilah jenis puasa tingkat pertama atau puasanya orang-orang awam.
Kedua, puasa khowas (khusus). Puasa ini ibarat orang yang sedang naik kelas dari tingkat dasar ke tingkat menengah. Karena puasa pada tingkat ini, ia selain mampu menahan diri dari makan, minum, dan senggama, ia juga mampu menahan dari hal-hal yang harus ditahan dan dijauhi. Seperti tidak ngapusi (bohong), tidak memanipulasi, tidak korupsi, sampai pada hal-hal yang berbau maksiat dan pornografi. Menahan diri dari hal-hal yang tidak prayugo (tidak patut) sebagaimana hal di atas, merupakan bagian dari jenis puasa tingkat khusus atau kelas menengah. Karena selain ia mampu menahan diri dari hal-hal dasar, ia juga mampu menahan dari hal-hal yang berkonten negatif. Seseorang, baik itu pengusaha, karyawan, akademisi, agamawan, sipil, maupun pejabat, yang mampu menahan diri dan tidak ngapusi, tidak memberi harapan palsu, tidak melakukan penyimpangan dalam menjalankan tugasnya, serta tidak terindikasi melakukan korupsi, maka ia termasuk pada kelompok ini, karena ia mampu mengontrol dan menjalankan fungsi puasanya. Ia menjadikan dan memposisikan dirinya pada tataran orang-orang khowas (khusus).
Akan tetapi sebaliknya. Apabila ia mampu menjalankan fungsi puasa dengan menahan segala bentuk makanan, minuman, dan senggama, namun tidak mampu menahan cobaan-cobaan duniawi, membual, menggosib, mencuri, menyakiti, ngapusi sampai korupsi, maka ia akan kembali ke jenis yang pertama. Bahkan lebih dari itu, sudah dianggap tidak berpuasa. Lantaran ia telah gagal dalam menahan. Bukankah esensi dari puasa adalah “menahan”?. Menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan makna puasa, baik secara lahiriyah maupun batiniyah. Sementara yang ia lakukan, puasa yes! Maksiat oke!.
Ketiga, puasa khowasul khowas (terkhusus). Yaitu puasanya orang-orang yang bisa mengoptimalkan fungsi dan makna berpuasa. Selain ia mampu menahan diri dari makan, minum, senggama, dan hal-hal lain yang harus dijauhi, ia juga mampu melaksanakan beberapa anjuran dan kewajiban baik secara wajar maupun optimal untuk meningkatkan kualitas diri dan ibadahnya. Puasa pada tingkatan ini adalah puasa yang sesungguhnya. Karena puasa ini merupakan jenis yang diharapkan oleh penyeru dan pembuat perintah puasa.
Paling Utama
Diantara ketiga karakter yang paling utama adalah puasa khowasul khowas. Karena ia sudah pada tataran dewasa, tataran perguruan tinggi yang sudah mampu berfikir dan menempatkan dirinya pada posisi yang tepat. Ia mampu menahan larangan-larangan, pantangan-pantangan, dan hal-hal yang bisa membuatnya terjerembab kedalam comberan kenistaan. Karena ia merupakan tingkatan paling tinggi dan utama, maka tidak akan mudah memperolehnya kecuali pada orang yang benar-benar bersih jiwanya, jernih pikirannya, dan terkontrol nafsunya.
Selain itu, orang yang masuk dalam karakter puasa ini akan mampu mengoptimalkan amalan-amalannya, baik sosial maupun individual. Ia selalu berusaha semaksimal-mungkin untuk membantu orang lain yang membutuhkan, mencarikan jawaban dan pencerahan bagi masyarakat yang telah lama gersang akan nilai-nilai moral dan etika. Sampai pada puncaknya ia akan selalu menyegarkan komunikasi vertikal dengan Tuhannya untuk memberi solusi terhadap permasalahan bangsa yang tak kunjung padam.
Untuk itu, pada momentum ramadhan ini marilah kita jadikan puasa kita tidak hanya sekedar puasa yang hanya menahan haus dan dahaga. Melainkan puasa yang bisa membawa pada puncak terkhusus. Puasa yang bisa membentuk karakter-karakter pilihan. Karakter yang mampu memilah dan memilih terbaik dari hal-hal yang baik. Mampu menempatkan diri pada posisi terkhusus dari beberapa yang khusus. Tentunya hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ini diperlukan kesungguhan, keteladanan serta konsistensi. Kesungguhan dalam menahan berbagai syahwat dunia. Keteladanan menjalankan berbagai bentuk kebajikan. Serta konsistensi dalam menjalankan fungsi dan makna berpuasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar