Tiga Karakter Puasawan
Dr. Muthoifin Walidem
Ternyata, yang namanya
puasa itu bermacam-macam karakternya, bertingkat-tingkat jenisnya. Ada yang
namanya puasa awam atau puasanya orang-orang umum, ada puasa khowas
atau puasanya orang-orang khusus, dan ada juga puasa khowasul khowas
atau puasanya orang-orang terkhusus (pilihan). Seperti halnya anak-anak
sekolah, ada yang tingkat dasar,
menengah, dan tingkat perguruan tinggi. Tingkatan puasa ini, tentunya
tergantung kualitas orang-orang dalam menyikapi dan menjalankan aktifitas puasa
ini.
Kalau memang puasanya hanya
sekedar menahan diri dari makan, minum, dan senggama di siang hari, maka puasanya
itu bisa diibaratkan anak yang masih sekolah dasar. Mengapa demikian?, karena ia
hanya mampu berpuasa pada tataran dasar, yaitu hanya mampu menahan dari sarapan,
makan siang, minum, dan bersenggama. Puasa jenis ini ternyata sangat masif sekali
dijalankan orang-orang yang sedang berpuasa pada ramadhan kali ini. Mereka hanya
sekedar menahan diri dari hal-hal di atas agar layak dianggap sudah menunaikan
ritual puasa. Inilah jenis puasa tingkat pertama atau puasanya orang-orang
awam.
Kedua, puasa khowas (khusus).
Puasa ini ibarat orang yang sedang naik kelas dari tingkat dasar ke tingkat
menengah. Karena puasa pada tingkat ini, ia selain mampu menahan diri dari
makan, minum, dan senggama, ia juga mampu menahan dari hal-hal yang harus
ditahan dan dijauhi. Seperti tidak ngapusi (bohong), tidak memanipulasi,
tidak korupsi, sampai pada hal-hal yang berbau maksiat dan pornografi. Menahan diri
dari hal-hal yang tidak prayugo (tidak patut) sebagaimana hal di atas,
merupakan bagian dari jenis puasa tingkat khusus atau kelas menengah. Karena selain
ia mampu menahan diri dari hal-hal dasar, ia juga mampu menahan dari hal-hal
yang berkonten negatif. Seseorang, baik itu pengusaha, karyawan, akademisi,
agamawan, sipil, maupun pejabat, yang mampu menahan diri dan tidak ngapusi, tidak
memberi harapan palsu, tidak melakukan penyimpangan dalam menjalankan tugasnya,
serta tidak terindikasi melakukan korupsi, maka ia termasuk pada kelompok ini,
karena ia mampu mengontrol dan menjalankan fungsi puasanya. Ia menjadikan dan
memposisikan dirinya pada tataran orang-orang khowas (khusus).
Akan tetapi sebaliknya. Apabila
ia mampu menjalankan fungsi puasa dengan menahan segala bentuk makanan,
minuman, dan senggama, namun tidak mampu menahan cobaan-cobaan duniawi,
membual, menggosib, mencuri, menyakiti, ngapusi sampai korupsi, maka ia akan
kembali ke jenis yang pertama. Bahkan lebih dari itu, sudah dianggap tidak
berpuasa. Lantaran ia telah gagal dalam menahan. Bukankah esensi dari puasa
adalah “menahan”?. Menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan makna puasa,
baik secara lahiriyah maupun batiniyah. Sementara yang ia lakukan, puasa yes!
Maksiat oke!.
Ketiga, puasa khowasul khowas
(terkhusus). Yaitu puasanya orang-orang yang bisa mengoptimalkan fungsi dan
makna berpuasa. Selain ia mampu menahan diri dari makan, minum, senggama, dan
hal-hal lain yang harus dijauhi, ia juga mampu melaksanakan beberapa anjuran dan
kewajiban baik secara wajar maupun optimal untuk meningkatkan kualitas diri dan
ibadahnya. Puasa pada tingkatan ini adalah puasa yang sesungguhnya. Karena puasa
ini merupakan jenis yang diharapkan oleh penyeru dan pembuat perintah puasa.
Paling Utama
Diantara ketiga karakter
yang paling utama adalah puasa khowasul khowas. Karena ia sudah pada
tataran dewasa, tataran perguruan tinggi yang sudah mampu berfikir dan
menempatkan dirinya pada posisi yang tepat. Ia mampu menahan larangan-larangan,
pantangan-pantangan, dan hal-hal yang bisa membuatnya terjerembab kedalam
comberan kenistaan. Karena ia merupakan tingkatan paling tinggi dan utama, maka
tidak akan mudah memperolehnya kecuali pada orang yang benar-benar bersih
jiwanya, jernih pikirannya, dan terkontrol nafsunya.
Selain itu, orang yang
masuk dalam karakter puasa ini akan mampu mengoptimalkan amalan-amalannya, baik
sosial maupun individual. Ia selalu berusaha semaksimal-mungkin untuk membantu
orang lain yang membutuhkan, mencarikan jawaban dan pencerahan bagi masyarakat
yang telah lama gersang akan nilai-nilai moral dan etika. Sampai pada puncaknya
ia akan selalu menyegarkan komunikasi vertikal dengan Tuhannya untuk memberi
solusi terhadap permasalahan bangsa yang tak kunjung padam.
Untuk itu, pada momentum
ramadhan ini marilah kita jadikan puasa kita tidak hanya sekedar puasa yang hanya
menahan haus dan dahaga. Melainkan puasa yang bisa membawa pada puncak
terkhusus. Puasa yang bisa membentuk karakter-karakter pilihan. Karakter yang
mampu memilah dan memilih terbaik dari hal-hal yang baik. Mampu menempatkan
diri pada posisi terkhusus dari beberapa yang khusus. Tentunya hal ini tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Ini diperlukan kesungguhan, keteladanan serta
konsistensi. Kesungguhan dalam menahan berbagai syahwat dunia. Keteladanan
menjalankan berbagai bentuk kebajikan. Serta konsistensi dalam menjalankan
fungsi dan makna berpuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar