Jumat, 20 Desember 2013

Bunga Rampai Ceramah Ramadhan


BUNGA RAMPAI CERAMAH RAMADHAN









Kata Pengantar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله الذي تكرم علينا بشهر رمضان وأوجب علينا الصيام ووعدنا بالجنان والعتق من النيران وأنالنا الرضوان، وبشرنا بليلة القدر الذي هو خير من ألف شهر وأمّلنا بالغفران، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الحنان المنان، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على سيد الثقلين الإنس والجان وعلى آله وصحبه من سار على نهجه إلى يوم القيامة وبعد،

        Alhamdulillah kita haturkan rasa syukur yang dalam atas hidayah kepada diinul Islam, dan  taufiqNya kepada kaum Muslimin Surakarta untuk membentuk dan mendeklarasikan Dewan Syari’ah Kota Surakarta yang bertekat menjadi lembaga rujukan umat dalam memahami dan mengamalkan Syari’at Islam. Alhamdulillah sejak deklarasi sudah dilaksanakan berbagai agenda keumatan untuk memahami, mensosialisasikan Syari’at Islam. Diantara agenda itu diterbitkannya buku kecil ini tentang Bunga Rampai Ceramah Ramadhan untuk disampaikan dalam kultum atau kuliah dhuha selama bulan Ramadhan.
Isi buku ini memuat berbagai persoalan ibadah bulan Ramadhan dan keterkaitanannya dengan Syari’ah, Pemikiran, dan da’wah Islam, Amar Ma’ruf dan pendidikan. Diharapkan kaum Muslim dapat menjadikan bulan Ramdhan, bulan tafaqquh fiddin dan mengantarkan ibadah Ramadhan sebagai ibadah yang berma’na,  jauh dari rutinitas yang kering.
Buku ini disusun dalam waktu yang singkat, dan karena keterbatasan waktu pastilah, banyak kesalahan dalam tulisan atau bahasa, maka diharapkan dari para asatidzah, ulama sudi memberikan masukan konstruktif untuk kesempurnaan buku ini di masa mendatang.

       Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada para asatidzah Kontributor penulisan bahan ceramah ini, kami khususkan Al Ustadz Al Fadzil Ihsan Saefuddin, Ust Shahih Hasan, MPI, Lc, Ust Dr Syamsu Hidayat, MA, Ust Dr Muthoifin, Ust Fathurrahman, Ust Adriansyah, S.ThI,  jazakumullah khoiran Katsira, atas goresan ilmu asatidzah semoga menjadi amal jariyah, tak lupa pula dihaturkan terima kasih kepada yang kita cintai Abah Kasum yang tak henti hentinya membantu opersional da’wah Dewan Syari’ah, dan membiayai cetak buku ini jazakumullahu khoiran, semoga Allah menjaga beliau dan keluarga beliau dan melimpahkan rahmat dan taufiqNya sepanjang masa. Dan tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada segenap Dewan Mustasyar, Dewan Riasah, Badan Pengurus Harian, Dewan Penyantun, seluruh ikhwah  Lasykar, dari semangat mereka buku ini muncul dihadapan pembaca, demikian pula terimakasih kami haturkan kepada Mas Hafzin, Mas Nadianto yang banyak membantu terbitnya buku ini, untuk semua salam ta’dzim jazakumullah khoiran.
                                                                       











Bratan, Surakarta, 1     Juli      2013 M
                                         23 Sya’ban 1434 H



Penyunting







Daftar Isi Bunga Rampai

MARHABAN YAA RAMADHAN
Ust Ihsan Saifuddin
EFEKTIFITAS IBADAH RAMADHAN

Shohih Hasan, Lc. M.PI.

AMALAN SERTA KEUTAMAAN (FADHOIL) RAMADHAN
Shohih Hasan, Lc. M.PI.

RAMADHAN BULAN TARBIYAH
Dr. Muh. Mu’inuddinillah, MA
Shalat Lail, Tahajjud dan TarawiH
Dr. Syamsul Hidayat, M.A.

RAMADHAN BULAN TADARRUS
Menghiasi Ramadhan Dengan Membaca Al Qur’an
Ihsan Saifuddin

ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA
Drs. Syamsul Hidayat, M.A.

MUBTHILATU SHOUM
Waspada Terhadap Perusak Amal Puasa
Ihsan Sf
KEWAJIBAN BERDAKWAH
Dr Muthoifin
RAMADHAN BULAN SEDEKAH
Sedekah Sekencang Angin Berhembus
Ihsan Saifuddin

Puasa dan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
Ust Fathurrahman
Puasa dan Jihad
Ust Fathurrahman
AMALIYAH RAMADHAN
Meningkatkan Amal Ibadah di Bulan Barakah
Ihsan SF

Puasa dan Tazkiyah
Ust Fathurrahman


SHIYAM DAN KESEHATAN
Sehat Jasmani Dan Rohani Dengan Puasa
Ihsan Saifuddin
Di Ramadhan Kemerdekaan diraih
Dr. Muh. Mu’inuddinillah, MA
CINTA AHLUL BAIT DAN SAHABAT
Dr Muthoifin
FIQH PERBEDAAN
Shohih Hasan, Lc. M.PI.

Bahaya Ghozwul Fikri

MEMBURU BERKAH AKHIR RAMADHAN
Keistimewaan 10 Hari Terakhir Ramadhan
Ihsan SF



Puasa dan Ukhuwah Islamiyyah

Ust Fathurrahman
RAMADHAN PERSPEKTIF EKONOMI

Dr Muthoifin
Kewajiban Berda’wah

SIKAP MENGHARGAI ORANG LAIN
Dr. Syamsu Hidayat, M.A.
Ahlusunnah vs Ingkarsunnah
Ihsan Saifuddin
OPTIMALISASI I'TIKAF
Dr Muthoifin
EFEKTIFITAS IBADAH DI AKHIR RAMADHAN
Shohih Hasan, Lc. M.PI.

Umat & Ghozwul Tsaqofi

UMAT ISLAM DAN PROBLEMATIKA AQIDAH
Shohih Hasan, Lc. M.PI.

Umat Islam dan Da’wah



Istiqamah Pasca Ramadhan

Ust Fathurrahman


LULUSAN RAMADHAN

Ust Fathurrahman
OPTIMALISASI ZAKAT
Shohih Hasan, Lc. M.PI.



KEWAJIBAN BERSYUKUR
Dr. Syamsu Hidayat, M.A.

Waspada! Legalisasi Pariwisata Syirik.



Waspada! Legalisasi Pariwisata Syirik.

Dr. Muthoifin, M.Ag
Dosen AKPARTA Mandala Bhakti Surakarta

Memperbincangkan tema “budaya dan kesyirikan” dengan segala corak dan macamnya serta  strategi merubah agar menjadi produk budaya yang laik diamini sesuai norma luhur Bangsa dan wahyu Ilahi, tak seperti iklan pegadaian “menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Justru sering membuat masalah baru jika tidak tepat dalam penanganannya dan tanpa perencanaan yang matang dalam aksinya. Problem budaya yang terjadi di tengah masyarakat kita sekarang ini sebenarnya adalah sebuah pengulangan dari sikap manusian terdahulu, hanya saja kuantitas dan kualitasnya semakin banyak dan variatif.[1]
Jargon ”urip-urip budaya leluhur” selalu ditabuh oleh pemerintah kita mulai pusat sampai daerah, baik budaya itu bersifat lokal normatif, kejawen, abangan, klenik sampai budaya yang mengandung ”formalin” kesyirikan. Dari segi finansial budaya-budaya yang dilanggengkan oleh dinas pariwisata tersebut tentunya budaya yang dinilainya bisa meraup keuntungan besar dan ekonomis prospektif, tidak melihat esensi budaya jika dilihat dari perspektif aqidah dan agama. Industri pariwisata kita telah jamak membajak aqidah umat Islam. Kita tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa kultur Indonesia lebih “mendewakan” hal-hal yang bersifat ritual. Sebagaimana analisis Mulder (pengamat budaya). Ia menyebutkan: “Bahwa perubahan dan kejadian-kejadian baru harus dimasukkan secar formal ke dalam struktur keadaan yang sudah ada atau mereka harus diakui secara ritual dahulu baru kemudian dapat diterima.”[2] Analisis mulder ini menguatkan fakta bahwa ritual-ritual yang ada selama ini sebagian sudah diformalkan oleh instansi pemerintahan kita. Lihat saja sejumlah contoh berikut ini :
Pertama. Upacara Ritual Kungkum, yaitu suatu ritual merendam diri di dalam air sebatas leher dimulai pukul 24.00 - 03.00 WIB antara lain di Umbul Pengging, Umbul Sungsang, Umbul Kendat atau tempat-tempat yang dianggap keramat dan penuh berkah sebagai sarana permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua. Sedekah Gunung, upacara ini biasa diselenggarakan di Desa Lencoh, Kecamatan Selo setiap malam 1 Suro. Acara ini merupakan prosesi persembahan kepala kerbau dan sesaji ke kawah gunung merapi sebagai tanda syukur masyarakat Selo dan sekitarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Acara ini dimulai pukul 22.00 WIB s.d selesai.
Ketiga. Ritual Telanjang di Lereng Merapi, ritual ini biasanya dilakukan pada bulan Suro di Candi Lumbung. Bentuk ritualnya meliputi berjalan telanjang mengelilingi candi sambil menggumamkan rapal bernada syahwati. Dipercaya, apabila diucapkan bersama-sama dengan telanjang, rapal itu bisa mengusir kekuatan jahat apa pun. Memang, dulu ritual tersebut biasa dilakukan penduduk desa bila mereka sedang diterjang pageblug (bencana penyakit) dan merasa diancam huru-hara zaman. Ritual yang pernah mati ini telah dibangkitkan kembali oleh sejumlah budayawan Katolik.
Keempat. Larung Ageng di Wonogiri, ritual ini dilakukan pada bulan Suro di Pantai Sembukan, Paranggupito dengan melarung tumpeng nasi. Ritus ini berdasarkan kepercayan masyarakat dan pihak keraton Surakarta bahwa pantai ini merupakan pintu gerbang ke 13 keraton laut Selatan (Kanjeng Ratu Kidul). Pintu gerbang tersebut digunakan Rara Kidul ketika akan mengadakan kunjungan dan pertemuan dengan Raja-raja di Jawa dari trah Mataram. Tradisi ini sebenarnya telah musnah, namun dihidupkan kembali sebagai event Pariwisata.
Masih banyak lagi contoh budaya “aneh” yang perlu kita garap untuk diluruskan, dimana proses kebudayaan yang “tersandera” kepentingan uang ini, selain akan berimbas pada aqidah umat Islam, tentunya juga semakin memberikan beban berat dan tantangan bagi dakwah Islam.

Pandangan Islam terhadap “Budaya Syirik”.
 Islam tidak fobia-alergi dengan budaya; Islam sangat menghargai seni, menempatkannya pada posisi yang imbang dan selayaknya. Seni budaya dalam Islam beriring muncul dengan diutusnya Rasulullah Saw. Hal ini bisa dijumpai diantaranya dalam Shahih-Bukhori: Bahwa Abu Bakar pernah masuk ke rumah Aisyah untuk menemui Nabi ketika itu ada dua gadis di sisi Aisyah yang sedang bernyanyi, lalu Abu Bakar menghardiknya seraya berkata: ”apakah pantas ada seruling syetan di rumah Rasululallah”. Kemudian Nabi menimpali ”دع هما يا ابا بكر فاءنها ايام عيد”. Dalam hadits tersebut, memberikan gambaran bahwa Islam sangat respon terhadap budaya.
Budaya dalam Islam haruslah berpedoman pada aqidah Islamiyah berlandaskan al-Qur’an dan al-Sunnah. Seandainya budaya itu tidak berdasarkan pada keduanya serta tidak menampilkan ruh dari sumber utama ideologi Islam itu, maka budaya itu bisa dikatakan budaya asing (budaya syirik). Sedangkan syirik dalam terminologi hukum Islam termasuk “من الكبائرdosa besar yang tidak akan diampuni dosanya oleh Allah kecuali jika ia bertobat sebelum meninggal; dan pelakunya diharamkan masuk surga. Syirik adalah perbuatan mempersekutukan Allah Swt dengan makhluk-Nya, baik dalam  dimensi rububiyah, mulkiyah maupun ilahiyah, secara langsung atau tidak, secara nyata atau terselubung.
Dalam dimensi rububiyah misalnya meyakini bahwa ada mahluk yang mampu menolak segala kemudharatan dan meraih segala kemanfaatan, atau dapat memberikan berkah. Firman Allah dalam Surat Az-Zumar ayat 3:
الا لله الدين الخالص والذين اتخذوا من دونه اولياء مانعبدهم الا ليقربونا الى الله زلفى ان الله يحكم بينهم في ماهم فيه يختلفون ان الله لا يهدي من هو كذب كفار
Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), ”Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.

Dimensi mulkiyah misalnya mematuhi sepenuhnya para penguasa non muslim ”bukan terpaksa” disamping menyatakan patuh kepada Allah, padahal pemimpin non muslim itu jelas menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau pemimpin itu mengajak melakukan budaya syirik.
Dimensi ilahiyah misalnya berdoa kepada Allah melalui ”perantara” seperti meyakini kesaktian mantra, azimat jika diucapkan bisa dikabulkan keinginannya, disembuhkan dari penyakit, dihindarkan dari bahaya dan lain-lain sebagainya. Juga seperti meyakini ”rapal” apabila diucapkan bersama-sama dengan nada syahwati dan telanjang, maka rapal itu bisa mengusir kekuatan jahat apa pun. Dalam hadits disebutkan:
ان الرقي و التميمة و التوالة شرق رواه ابن حبان
Sesungguhnya mantra, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik. (H.R Ibnu Hibban).

Juga disebutkan:
عن عقبة بن عامر مرفوعا من تعلق تميمة فلا اتم الله له ومن تعلق ودعة فلا ودع الله له رواه احمد
Dari Uqbah bin Amir Rasulullah bersabda: Barangsiapa menggantungkan diri kepada tangkal, maka Allah tidak akan menyempurnmakan (imannya), dan barangsiapa mengantungkan diri kepada azimat maka Allah tidak akan mempercayakan kepadanya. (H.R. Ahmad).

Orang-orang yang teridikasi melakukan upaca ritual seperti tersebut di atas, termasuk bagian  dari mempersekutukan Allah dengan mahluk apa atau siapa pun, juga termasuk memberikan sifat ketuhanan kepada mahluk lain baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik dalam tingkat yang sebanding maupun yang berbeda. Tentu saja perbuatan seperti itu merendahkan Allah dan tidak mengakui ke-Maha Esaan-Nya, baik dalam Zat, Asma' wa Shifat, Af'al-Nya. Sekaligus perbuatan itu, juga merendahkan martabat manusia, apalagi jika yang diberi sifat ketuhanan itu alam lain yang bukan manusia. Bukankah esensi ajaran Tauhid membebaskan manusia dari penyembahan sesama makhluk, menuju penyembahan kepada Allah Swt?.[3]

Islam dan Solusi Menyelesaikannya?
Solusi paling tepat dalam mendakwahi pariwisata syirik, sekaligus sebagai wahana jihad amar ma'ruf nahi munkar dalam Islam adalah melakukan berbagai pendekatan secara represif dan memberi contoh produk khasanah Islam yang sudah ditawarkan Muhammad. Diantara berbagai pendekatan yang harus dilalui adalah:
Pertama, Pendekatan adat-istiadat. Pendekatan ini dilakukan dengan memilih dan memilah mana adat-Istiadat yang sesuai Islam dan mana yang menyimpang, selanjutnya memberi pemahaman konteks budaya yang benar. Seperti pemahaman: “bahwa semua bentuk keyakinan dan budaya harus disandarkan kepada aqidah Islam dan Allah, selain itu adalah keliru dan terindikasi syirik”. Adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, seperti menyembelih kerbau yang kepalanya diperuntukkan untuk ”larung sesaji” ke laut harus dijauhi dan termasuk bagian ritual irasional dan penuh ”laknat”. Sebagaimana diungkapkan dalam hadits:

عن علي رضي الله عنه قال حدثني رسول الله صل الله عليه وسلم باءربع كلمات لعن الله من ذبح لغير الله لعن الله من لعن والديه لعن الله من اءوى مخدثا لعن الله من غير منار الارض رواه مسلم
Dari Ali r.a berkata: Rasulullah Saw bercerita kepadaku tentang empat kalimat, Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya sendiri, Allah melaknat orang yang melindungi penjahat, dan Allah melaknat orang yang merubah batas tanah. (H.R. Muslim).

Selain tindakan irasional (bodoh), ritual ini juga terindikasi pe-mubadzir-an makanan. Hal ini jelas bagian dari produk syetan ”ان المبذرين كانوا اخوان الشياطين . Sedangkan ritual telanjang di lereng merapi yang biasanya dilakukan pada bulan Suro di Candi Lumbung, ini juga menciderai etika dan wahyu Ilahi. Dimana etika masyarakat Indonesia adalah etika yang sangat jauh dari unsur pornografi-pornoaksi. Sedangkan wahyu dengan tegas melaknat orang-orang yang telanjang dan suka menyingkap aurat.
Kedua, Berintegrasi. Bergabung dan menyatu dengan sekelompok masyarakat yang mempunyai keyakinan budaya ”aneh”. Metode ini  sangat praktis, asalkan kita tidak ikut tenggelam dalam kebiasaan dan keyakinan budaya aneh itu,
Ketiga, Pendekatan ekonomi. Pendekatan ekonomi kepada masyarakat bisa berupa memberikan bantuan moril; seperti dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan bidang kebudayaan dan pariwisata. Maupun bantuan materiil; seperti bantuan sembako, membuka lahan  kerja yang halal, pemberian alat dan sarana kerja, dll.
Keempat, Pendekatan formal. Pendekatan yang di dukung oleh instansi-instansi resmi seperti pejabat pemkab, aparatur desa, ormas keagamaan legal, dan instansi lainnya agar jangan memberi ruang gerak terhadap industri pariwisata yang bersifat materialis dan mengandung kesyirikan.
Kelima, Meniru budaya Islam. Muhammad adalah teladan yang sangat tepat, sehingga para ahli mencatat bahwa Muhammad adalah orang tersukses dan tercepat dalam melakukan suatu perubahan besar dan mendasar pada kehidupan masyarakat. Dengan mencontoh sepak terjang Muhammad dalam berbagai aspek kehidupan, terutama strateginya dalam merubah tatanan budaya yang irasional menjadi produk budaya rasional sesuai dengan wahyu dan aturan budaya berlaku; yaitu budaya yang jauh dari kesyirikan dan materialisme.

Penutup
Budaya yang bersifat kesyirikan harus didakwahi. Begitu juga pariwisata budaya yang berorientasi komersil dan industrial harus diluruskan. Jika saja hal itu tetap dilegalkan dan dilestarikan sebagai ”warisan leluhur” oleh masyarakat dan Instansi, maka Islam khawatir akan datangnya lagi adzab” Allah yang super dahsyat dengan tiba-tiba dan lebih mengerikan. Seperti kita ketahui bagaimana Merapi memuntahkan lahar dan “membunuh” penghuninya yang suka melakukan ritual aneh. ”Malaikat tsunami” meluluhlantakkan samudra dan daratan, lantaran sudah jenuh dan enggan bersahabat lagi dengan orang-orang yang suka mengotorinya dengan ritual-ritual aneh?. (Meskipun semua kejadian di alam ini adalah sebuah takdir Ilahi, akan tetapi semuanya tentu ada sebab-musababnya). Apakah kita belum insaf fenomena alam yang sudah mulai ”mengadili” penghuninya?.
Untuk itu marilah kita berdakwah dengan sekuat tenaga dan fikiran mendesain ulang budaya-budaya ”syirikagar menjadi budaya yang diridloi Allah Swt. Karena dakwah harus tetap ditegakkan; dakwah menegakkan kebenaran dan merontokkan kebathilan (kesyirikan) apapun dan dimanapun. Sebab, kapal tetap harus melaju mengarungi lautan luas meskipun diterpa ombak dan badai demi satu tujuan, yaitu di pulau yang disebut dengan بلدة طيبة ورب غفور sebuah negeri yang makmur sejahtera dan mendapatkan ampunan dari Allah Swt..


[1]Didin Hafidhuddin,. Agar Layar Tetap Terkembang; Upaya Menyelamatkan Umat. Jakarta : Gema Insanin, 2006. hal. 73
[2]Neils Mulder, Budaya: Corak dan Keunikannya, 1984, hlm. 53.
[3]Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: LPPI UMY, 2000, cet IV, hlm. 70.