Waspada! Legalisasi Pariwisata Syirik.
Dr. Muthoifin, M.Ag
Dosen AKPARTA Mandala Bhakti Surakarta
Memperbincangkan
tema “budaya dan kesyirikan” dengan segala corak dan macamnya serta strategi merubah agar menjadi
produk budaya yang laik diamini sesuai norma luhur Bangsa dan wahyu Ilahi,
tak seperti iklan pegadaian “menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Justru
sering membuat masalah baru jika tidak tepat dalam penanganannya dan tanpa
perencanaan yang matang dalam aksinya. Problem budaya yang terjadi di tengah masyarakat kita
sekarang ini sebenarnya adalah sebuah pengulangan dari sikap manusian terdahulu, hanya saja
kuantitas dan kualitasnya semakin banyak dan variatif.[1]
Jargon
”urip-urip budaya leluhur” selalu ditabuh oleh pemerintah kita mulai pusat
sampai daerah, baik budaya itu bersifat lokal normatif, kejawen, abangan,
klenik sampai budaya yang mengandung ”formalin” kesyirikan. Dari segi finansial
budaya-budaya yang dilanggengkan oleh dinas pariwisata tersebut tentunya budaya
yang dinilainya bisa meraup keuntungan besar dan ekonomis prospektif, tidak
melihat esensi budaya jika dilihat dari perspektif aqidah dan agama. Industri pariwisata kita telah jamak
membajak aqidah umat Islam. Kita tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa kultur
Indonesia lebih “mendewakan” hal-hal yang bersifat ritual. Sebagaimana analisis
Mulder (pengamat budaya). Ia menyebutkan: “Bahwa perubahan dan
kejadian-kejadian baru harus dimasukkan secar formal ke dalam struktur keadaan
yang sudah ada atau mereka harus diakui secara ritual dahulu baru kemudian
dapat diterima.”[2]
Analisis mulder ini menguatkan fakta bahwa ritual-ritual yang ada selama ini
sebagian sudah diformalkan oleh instansi pemerintahan kita. Lihat saja sejumlah contoh berikut
ini :
Pertama. Upacara Ritual Kungkum,
yaitu suatu ritual merendam diri di dalam air sebatas leher dimulai pukul 24.00
- 03.00 WIB antara lain di Umbul Pengging, Umbul Sungsang, Umbul Kendat atau
tempat-tempat yang dianggap keramat dan penuh berkah sebagai sarana permohonan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua. Sedekah Gunung, upacara ini
biasa diselenggarakan di Desa Lencoh, Kecamatan Selo setiap malam 1 Suro. Acara
ini merupakan prosesi persembahan kepala kerbau dan sesaji ke kawah gunung
merapi sebagai tanda syukur masyarakat Selo dan sekitarnya kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Acara ini dimulai pukul 22.00 WIB s.d selesai.
Ketiga. Ritual Telanjang di Lereng Merapi, ritual
ini biasanya dilakukan pada bulan Suro di Candi Lumbung. Bentuk ritualnya
meliputi berjalan telanjang mengelilingi candi sambil menggumamkan rapal
bernada syahwati. Dipercaya, apabila diucapkan bersama-sama dengan telanjang,
rapal itu bisa mengusir kekuatan jahat apa pun. Memang, dulu ritual tersebut
biasa dilakukan penduduk desa bila mereka sedang diterjang pageblug (bencana penyakit) dan merasa diancam huru-hara zaman.
Ritual yang pernah mati ini telah dibangkitkan kembali oleh sejumlah budayawan
Katolik.
Keempat. Larung
Ageng di Wonogiri, ritual ini
dilakukan pada bulan Suro di Pantai Sembukan, Paranggupito dengan melarung
tumpeng nasi. Ritus ini berdasarkan kepercayan masyarakat dan pihak keraton Surakarta
bahwa pantai ini merupakan pintu gerbang ke 13 keraton laut Selatan (Kanjeng
Ratu Kidul). Pintu gerbang tersebut digunakan Rara Kidul ketika akan mengadakan
kunjungan dan pertemuan dengan Raja-raja di Jawa dari trah Mataram. Tradisi ini
sebenarnya telah musnah, namun dihidupkan kembali sebagai event Pariwisata.
Masih
banyak lagi contoh budaya “aneh” yang perlu kita garap untuk diluruskan,
dimana
proses kebudayaan yang “tersandera” kepentingan uang ini, selain akan berimbas
pada aqidah umat Islam, tentunya juga semakin memberikan beban berat dan
tantangan bagi dakwah Islam.
Pandangan Islam terhadap “Budaya Syirik”.
Islam tidak fobia-alergi dengan budaya; Islam
sangat menghargai seni, menempatkannya pada posisi yang imbang dan selayaknya.
Seni budaya
dalam Islam beriring muncul dengan diutusnya Rasulullah Saw.
Hal ini bisa dijumpai
diantaranya dalam Shahih-Bukhori: Bahwa Abu Bakar pernah
masuk ke rumah Aisyah
untuk menemui Nabi
ketika itu ada dua gadis di sisi Aisyah yang sedang bernyanyi, lalu Abu Bakar
menghardiknya seraya berkata: ”apakah pantas ada seruling syetan di rumah Rasululallah”.
Kemudian Nabi
menimpali ”دع هما يا ابا بكر فاءنها ايام عيد”. Dalam hadits tersebut,
memberikan gambaran bahwa Islam sangat respon terhadap budaya.
Budaya
dalam Islam haruslah berpedoman pada aqidah Islamiyah berlandaskan
al-Qur’an dan al-Sunnah. Seandainya budaya itu tidak berdasarkan pada keduanya
serta tidak menampilkan ruh dari sumber utama ideologi Islam itu, maka budaya
itu bisa dikatakan budaya
asing (budaya
syirik). Sedangkan syirik dalam terminologi hukum Islam termasuk “من الكبائر“ dosa
besar yang tidak akan diampuni dosanya oleh Allah
kecuali jika ia bertobat sebelum meninggal; dan pelakunya
diharamkan masuk surga. Syirik
adalah perbuatan
mempersekutukan Allah Swt dengan makhluk-Nya, baik dalam dimensi rububiyah, mulkiyah
maupun ilahiyah, secara langsung atau tidak, secara nyata atau
terselubung.
Dalam
dimensi rububiyah misalnya meyakini bahwa ada mahluk yang mampu menolak
segala kemudharatan dan meraih segala kemanfaatan, atau dapat memberikan
berkah. Firman
Allah dalam Surat Az-Zumar ayat 3:
الا لله الدين الخالص والذين
اتخذوا من دونه اولياء مانعبدهم الا ليقربونا الى الله زلفى ان الله يحكم بينهم في
ماهم فيه يختلفون ان الله لا يهدي من هو كذب كفار
Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang
murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia
(berkata), ”Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah
akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan.
Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat
ingkar.
Dimensi mulkiyah
misalnya mematuhi sepenuhnya para penguasa non muslim ”bukan terpaksa”
disamping menyatakan patuh kepada Allah, padahal pemimpin non muslim itu jelas
menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan
Allah atau pemimpin
itu mengajak melakukan budaya syirik.
Dimensi ilahiyah
misalnya berdoa kepada Allah melalui ”perantara” seperti meyakini kesaktian
mantra,
azimat jika diucapkan bisa dikabulkan keinginannya, disembuhkan
dari penyakit, dihindarkan dari bahaya dan lain-lain sebagainya. Juga seperti meyakini ”rapal”
apabila diucapkan bersama-sama dengan nada syahwati dan telanjang, maka
rapal itu bisa mengusir kekuatan jahat apa pun. Dalam hadits disebutkan:
ان الرقي و التميمة و التوالة شرق رواه ابن حبان
Sesungguhnya
mantra, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik.
(H.R Ibnu Hibban).
Juga
disebutkan:
عن عقبة بن عامر مرفوعا من تعلق تميمة فلا اتم الله
له ومن تعلق ودعة فلا ودع الله له رواه احمد
Dari Uqbah bin Amir
Rasulullah bersabda: Barangsiapa menggantungkan diri kepada
tangkal, maka Allah
tidak akan menyempurnmakan (imannya), dan barangsiapa mengantungkan diri kepada
azimat maka Allah
tidak akan mempercayakan kepadanya. (H.R. Ahmad).
Orang-orang yang teridikasi melakukan
upaca ritual seperti tersebut di atas, termasuk bagian dari mempersekutukan Allah dengan mahluk apa
atau siapa pun, juga
termasuk memberikan sifat ketuhanan kepada mahluk lain
baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik dalam tingkat yang sebanding
maupun yang berbeda. Tentu saja perbuatan seperti itu merendahkan Allah dan
tidak mengakui ke-Maha Esaan-Nya, baik dalam Zat, Asma' wa Shifat, Af'al-Nya.
Sekaligus perbuatan itu, juga merendahkan martabat manusia, apalagi jika yang diberi
sifat ketuhanan itu alam lain yang bukan manusia. Bukankah esensi ajaran Tauhid
membebaskan manusia dari penyembahan sesama makhluk, menuju penyembahan kepada
Allah Swt?.[3]
Islam dan Solusi Menyelesaikannya?
Solusi paling tepat dalam
mendakwahi pariwisata syirik, sekaligus sebagai wahana jihad amar ma'ruf
nahi munkar dalam Islam adalah melakukan berbagai pendekatan secara
represif dan memberi contoh produk khasanah Islam yang sudah ditawarkan
Muhammad. Diantara berbagai pendekatan yang harus dilalui adalah:
Pertama, Pendekatan adat-istiadat.
Pendekatan ini dilakukan dengan memilih dan memilah mana adat-Istiadat yang
sesuai Islam dan mana yang menyimpang, selanjutnya memberi
pemahaman konteks
budaya yang benar. Seperti
pemahaman: “bahwa semua bentuk keyakinan dan budaya harus disandarkan kepada aqidah Islam dan Allah, selain itu adalah
keliru dan terindikasi
syirik”. Adat
istiadat yang bertentangan dengan Islam, seperti menyembelih kerbau yang kepalanya
diperuntukkan untuk ”larung sesaji” ke laut harus dijauhi dan termasuk bagian ritual
irasional
dan penuh ”laknat”. Sebagaimana diungkapkan dalam hadits:
عن علي رضي الله عنه قال حدثني
رسول الله صل الله عليه وسلم باءربع كلمات لعن الله من ذبح لغير الله لعن الله من
لعن والديه لعن الله من اءوى مخدثا لعن الله من غير منار الارض رواه مسلم
Dari Ali r.a berkata:
Rasulullah Saw bercerita kepadaku tentang empat kalimat, Allah melaknat orang
yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melaknat orang
tuanya sendiri, Allah melaknat orang yang melindungi penjahat, dan Allah melaknat orang
yang merubah batas tanah. (H.R. Muslim).
Selain
tindakan irasional
(bodoh), ritual ini juga
terindikasi pe-mubadzir-an makanan. Hal ini
jelas bagian
dari produk syetan ”ان المبذرين كانوا اخوان الشياطين . Sedangkan
ritual telanjang di lereng merapi yang biasanya dilakukan pada bulan Suro di
Candi Lumbung, ini juga menciderai etika dan
wahyu Ilahi.
Dimana etika
masyarakat Indonesia adalah etika yang sangat jauh dari unsur pornografi-pornoaksi.
Sedangkan wahyu dengan tegas melaknat orang-orang yang telanjang dan suka menyingkap
aurat.
Kedua, Berintegrasi.
Bergabung dan menyatu dengan sekelompok masyarakat yang mempunyai keyakinan
budaya ”aneh”.
Metode ini sangat praktis, asalkan
kita tidak ikut tenggelam
dalam kebiasaan dan keyakinan budaya aneh itu,
Ketiga, Pendekatan ekonomi. Pendekatan ekonomi
kepada masyarakat bisa berupa memberikan bantuan moril;
seperti dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan bidang kebudayaan dan pariwisata.
Maupun bantuan
materiil;
seperti bantuan sembako, membuka lahan kerja yang halal, pemberian alat
dan
sarana kerja, dll.
Keempat, Pendekatan
formal.
Pendekatan yang di dukung oleh instansi-instansi resmi seperti pejabat
pemkab, aparatur desa, ormas
keagamaan legal, dan instansi lainnya agar jangan memberi ruang gerak terhadap
industri pariwisata yang bersifat materialis dan mengandung kesyirikan.
Kelima, Meniru budaya Islam. Muhammad
adalah teladan yang sangat tepat, sehingga para ahli mencatat bahwa Muhammad
adalah orang tersukses dan tercepat dalam melakukan suatu perubahan besar dan
mendasar pada kehidupan masyarakat. Dengan mencontoh sepak terjang Muhammad
dalam berbagai aspek kehidupan, terutama strateginya dalam merubah tatanan
budaya yang irasional menjadi produk budaya rasional sesuai dengan wahyu dan
aturan budaya berlaku; yaitu budaya yang jauh dari kesyirikan dan materialisme.
Penutup
Budaya yang bersifat kesyirikan
harus didakwahi. Begitu juga pariwisata budaya yang berorientasi komersil dan
industrial harus diluruskan. Jika saja hal itu tetap dilegalkan dan dilestarikan
sebagai ”warisan leluhur” oleh masyarakat dan Instansi, maka Islam khawatir akan
datangnya lagi ”adzab” Allah yang super dahsyat
dengan tiba-tiba dan
lebih mengerikan. Seperti kita ketahui bagaimana Merapi memuntahkan lahar dan
“membunuh” penghuninya yang suka melakukan ritual aneh. ”Malaikat tsunami”
meluluhlantakkan
samudra dan daratan, lantaran sudah jenuh dan enggan bersahabat
lagi dengan orang-orang
yang suka mengotorinya dengan ritual-ritual aneh?. (Meskipun semua kejadian di alam
ini adalah sebuah takdir Ilahi, akan tetapi semuanya tentu ada sebab-musababnya).
Apakah kita belum insaf
fenomena alam yang sudah mulai
”mengadili” penghuninya?.
Untuk itu
marilah kita berdakwah dengan sekuat tenaga dan fikiran mendesain
ulang budaya-budaya ”syirik” agar menjadi
budaya yang
diridloi Allah Swt. Karena dakwah harus tetap
ditegakkan; dakwah menegakkan kebenaran dan merontokkan kebathilan (kesyirikan)
apapun dan dimanapun. Sebab, kapal tetap harus melaju mengarungi lautan luas meskipun
diterpa ombak dan badai demi satu tujuan,
yaitu di pulau yang disebut dengan بلدة طيبة ورب غفور sebuah negeri yang makmur sejahtera dan mendapatkan ampunan dari Allah
Swt..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar