PERJUANGAN SUCI DEMI
SEBUAH PRESTASI
(Sinergisitas antara
Kesungguhan, Kolektifitas, dan Kesucian Mimpi)
Peresensi: Muthoifin Walidem
Orang
bijak mengatakan “Siapa yang berjalan di atas jalurnya pasti akan sampai”.
Sepenggal
kalimat yang sangat sederhana ini, sungguh, mengajari kita akan pentinggnya
sebuah jalan yang harus kita tempuh, demi sebuah pencapaian sejati. Yaitu pencapaian
yang mendapati ridha hakiki, baik yang ada di langit maupun di bumi, begitu
juga untuk khayalak ramai dan diri kita sendiri.
Nah,
untuk itu, suatu harapan atau tujuan tentunya harus dilalui dengan proses yang
benar, lurus, suci, serta proses yang sesuai rel yang ada. Sebaliknya, jika
jalan yang kita lalui itu, tidak sesuai rel yang ada, maka, sebesar apapun
harapan yang kita impikan sungguh sangat mustahil untuk kita wujudkan, karena
tidak mungkin sebuah perahu berlayar di atas daratan. Begitu juga kereta api,
yang berjalan di atas hamparan aspal. Untuk itu, diperlukan proses, cara, jalan
yang benar lagi “suci”.
Selain
harus berjalan di atas rel yang benar, sebuah impian itu harus dijalankan
dengan kesungguhan tingkat tinggi,
kesungguhan pada taraf totalitas, karena tanpa adanya hal tersebut impian untuk
mencapai sebuah titik yang ingin dibidik mustahil akan tergapai. Hal ini
sebagaimana pekikan Arab “Man Jadda Wa Jada.!” “siapa yang
sungguh-sungguh pasti akan dapat”. Begitu juga sindiran peribahasa “siapa yang
menanam maka akan panen”.
Nah, langkah berikutnya setelah itu adalah
sinergisitas atau kolektifitas antara kelompok-kelompok yang ada, karena
suatu kelompok
atau group tidak akan mencapai sebuah
tujuan atau “puncak prestasi” tanpa adanya konkritisasi konsep kolektifitas, yaitu
konsep kebersamaan atau sinergisitas antar komponen-komponen yang ada.
Hal
ini sebagaimana termuat dalam novel 12 Menit. Berkat kekompakan dan sinergisitas antar anggotanya, maka
tim Marching Band Bontang Pupuk Kaltim bisa menjadi juara dalam Grand Prix
Marching Band. Ini adalah fakta unik, dimana “puncak prestasi” yang
dipersembahkan oleh tim tersebut, tentunya tidak lepas dari kesungguhan tim
dalam berjuang yang dibarengi dengan semangat kolektifitas untuk menang. Karena
tanpa adanya ini, mustahil tim Marching Band Bontang Pupuk Kaltim menjadi juara.
Ibarat
kereta kencana yang ditarik oleh delapan kuda dengan penuh semangat dan kompak
menuju tujuan yang hendak dicapai, karena antar kuda itu mempunyai misi yang
sama, tujuan yang sama, maka hal itu sangat mudah untuk melangkah. Akan tetapi
jika salah satu dari kuda itu memiliki tujuan yang beda, yang satu ingin
melangkah ke utara, satunya ke selatan, satunya ke depan, tentu hal ini sulit
bagi kereta kencana untuk sampai pada titik tujuan yang hendak dicapai.
Alih-alih sampai...?, justru, kereta itu malah hancur tercabik-cabik karena
tidak adanya kekompakan antara kuda-kuda itu.
Nah, analogi di atas, kiranya
pantas mengajari kita, bagaimana gambaran sebuah kesuksesan dalam menapaki
puncak prestasi, yang tidak bisa lepas dari sebuah proses awal dalam menapakinya.
Kalau awalnya bagus dan benar, pasti hasilnya akan benar juga. Sebaliknya, jika
awalnya sudah tidak beres, maka bisa dipastikan “konklusinya” pasti berakibat
fatal, alias gagal. Maka dari itu, diperlukan korelasi antara kesungguhan,
kolektifitas, dan kejujuran dalam berbuat.
Memang budaya
kolektifitas akan melahirkan hal yang mustahil menjadi sangat mungkin, hal yang
sulit menjadi sangat mudah, bahkan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Inilah kehebatan kolektifitas, sebagaimana yang dialami ketiga tokoh sentral
dalam novel 12 menit, yaitu: Elaine, Tara, dan Lahang.
Elaine
adalah seorang pecinta musik yang kiprahnya tidak mendapat respon positif dari
ayahnya, karena ayahnya menginginkan agar Elaine menekuni sebagai seorang
ilmuwan. Sedangkan Tara,
adalah seorang yang mempunyai keterbatasan pendengaran, bahkan hampir sebagian
besar pendengarannya tidak berfungsi. Sementara Lahang, adalah seorang pemuda yang
sedang dilanda problem keluarga. Nah, dari kasus tersebut, meskipun ada sedikit
kekurangan yang terjadi antara ketiganya, namun setelah dirangkai sedemikian
rupa, dengan semangat kolektifitas dan sinergisitas, akhirnya sesuatu yang
hampir tidak sempurna itu, kini menjadi kekuatan yang maha dahsyat, kekuatan
yang saling mengisi dan melengkapi. Yang pada akhirnya membuahkan sebuah impian
dan prestasi.
Nah, pelajaran yang
sangat berharga ini, sudah diungkapkan dengan bahasa yang indah, penuh dengan
inspirasi, empati, heroik, dalam sebuah novel yang berjudul “12 Menit” karya
Oka Aurora. Sebuah novel yang sangat apik, sangat menggugah, membangkitkan
jiwa-jiwa yang sedang lara, jiwa-jiwa yang sedang terpuruk, terbujur kaku,
membatu tanpa daya, tanpa rasa, bahkan hampa asa, untuk berani berubah, berani bangkit
untuk menatap langit biru yang harus diburu.
12
menit, memang memotivasi kita, memompa kita, bahkan menginspirasi kita untuk
berani memulai, menyusuri, “melawan arus”, membuktikan janji-janji, merubah
diri, meskipun banyak keterbatasan, rintangan, kubangan, jurang, yang jika
ditempuh membutuhkan waktu yang cukup panjang, melelahkan, tetap harus kita
tempuh, demi sebuah impian suci.
Impian yang menjadi
dambaan setiap insani, yaitu impian ke negeri yang selalu diliputi dengan pencerahan
hati dari ilahi. Karena Tuhan akan selalu berbuat seperti apa yang akan diperbuat
hamba-Nya. Tuhan akan sangat tergantung apa yang akan diprasangkakan hamba-Nya,
kalau memang hambanya yakin bisa, maka Tuhan akan memudahkan jalan menuju
kemudahan, begitu juga sebaliknya.
Memang, sangat
manusiawi, setiap orang pasti menginginkan masa depan yang cerah, masa depan
yang penuh dengan impian dan harapan, karena setiap orang ingin hidupnya
bahagia, bahagia yang selalu dinaungi rasa kedamaian dan kenyamanan, kenyamanan
yang mencerahkan secerah kilauan emas yang terus-menerus menaburkan senyum
keindahan. Keindahan yang tidak sekedar indah, tetapi keindahan yang mampu
membawa keberkahan, karena keberkahan adalah dambaan setiap orang. Untuk
mewujudkan semua itu tidaklah mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Seseorang harus cermat dan pintar dalam mengambil keputusan, tepat memilih dan
memilah, serta tepat dalam berproses. Proses (metode). Karena proses atau
metode itu lebih penting dari pada hasilnya. Buat apa hasil ujiannya bagus,
tapi cara mengerjakannya dari hasil contekan. Buat apa punya uang banyak tapi
dari hasil korupsi.
Untuk itu, hanya
orang-orang yang berjuang dan berjalan dijalur yang benarlah yang akan mencapi
puncak prestasi yang hakiki. Dan hanya orang yang berfikir baiklah, yang akan
mendapatkan jalan keluar (solusi). Meskipun butuh waktu panjang untuk sebuah
mimpi yang sangat suci, seperti apa yang sudah tergores di novel sakti,
penginspirasi perjuangan sejati, demi 12 Menit yang sudah menanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar