Senin, 09 Desember 2013

PERJUANGAN SUCI DEMI SEBUAH PRESTASI



PERJUANGAN SUCI DEMI SEBUAH PRESTASI
(Sinergisitas antara Kesungguhan, Kolektifitas, dan Kesucian Mimpi)

Peresensi: Muthoifin Walidem


             Orang bijak mengatakan “Siapa yang berjalan di atas jalurnya pasti akan sampai”.
            Sepenggal kalimat yang sangat sederhana ini, sungguh, mengajari kita akan pentinggnya sebuah jalan yang harus kita tempuh, demi sebuah pencapaian sejati. Yaitu pencapaian yang mendapati ridha hakiki, baik yang ada di langit maupun di bumi, begitu juga untuk khayalak ramai dan diri kita sendiri.
            Nah, untuk itu, suatu harapan atau tujuan tentunya harus dilalui dengan proses yang benar, lurus, suci, serta proses yang sesuai rel yang ada. Sebaliknya, jika jalan yang kita lalui itu, tidak sesuai rel yang ada, maka, sebesar apapun harapan yang kita impikan sungguh sangat mustahil untuk kita wujudkan, karena tidak mungkin sebuah perahu berlayar di atas daratan. Begitu juga kereta api, yang berjalan di atas hamparan aspal. Untuk itu, diperlukan proses, cara, jalan yang benar lagi “suci”.
            Selain harus berjalan di atas rel yang benar, sebuah impian itu harus dijalankan dengan kesungguhan  tingkat tinggi, kesungguhan pada taraf totalitas, karena tanpa adanya hal tersebut impian untuk mencapai sebuah titik yang ingin dibidik mustahil akan tergapai. Hal ini sebagaimana pekikan Arab “Man Jadda Wa Jada.!” “siapa yang sungguh-sungguh pasti akan dapat”. Begitu juga sindiran peribahasa “siapa yang menanam maka akan panen”.
Nah, langkah berikutnya setelah itu adalah sinergisitas atau kolektifitas antara kelompok-kelompok yang ada, karena suatu kelompok atau group tidak akan mencapai sebuah tujuan atau “puncak prestasi” tanpa adanya konkritisasi konsep kolektifitas, yaitu konsep kebersamaan atau sinergisitas antar komponen-komponen yang ada.
Hal ini sebagaimana termuat dalam novel 12 Menit. Berkat kekompakan dan sinergisitas antar anggotanya, maka tim Marching Band Bontang Pupuk Kaltim bisa menjadi juara dalam Grand Prix Marching Band. Ini adalah fakta unik, dimana “puncak prestasi” yang dipersembahkan oleh tim tersebut, tentunya tidak lepas dari kesungguhan tim dalam berjuang yang dibarengi dengan semangat kolektifitas untuk menang. Karena tanpa adanya ini, mustahil tim Marching Band Bontang Pupuk Kaltim menjadi juara.
            Ibarat kereta kencana yang ditarik oleh delapan kuda dengan penuh semangat dan kompak menuju tujuan yang hendak dicapai, karena antar kuda itu mempunyai misi yang sama, tujuan yang sama, maka hal itu sangat mudah untuk melangkah. Akan tetapi jika salah satu dari kuda itu memiliki tujuan yang beda, yang satu ingin melangkah ke utara, satunya ke selatan, satunya ke depan, tentu hal ini sulit bagi kereta kencana untuk sampai pada titik tujuan yang hendak dicapai. Alih-alih sampai...?, justru, kereta itu malah hancur tercabik-cabik karena tidak adanya kekompakan antara kuda-kuda itu.
Nah, analogi di atas, kiranya pantas mengajari kita, bagaimana gambaran sebuah kesuksesan dalam menapaki puncak prestasi, yang tidak bisa lepas dari sebuah proses awal dalam menapakinya. Kalau awalnya bagus dan benar, pasti hasilnya akan benar juga. Sebaliknya, jika awalnya sudah tidak beres, maka bisa dipastikan “konklusinya” pasti berakibat fatal, alias gagal. Maka dari itu, diperlukan korelasi antara kesungguhan, kolektifitas, dan kejujuran dalam berbuat.
Memang budaya kolektifitas akan melahirkan hal yang mustahil menjadi sangat mungkin, hal yang sulit menjadi sangat mudah, bahkan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Inilah kehebatan kolektifitas, sebagaimana yang dialami ketiga tokoh sentral dalam novel 12 menit, yaitu: Elaine, Tara, dan Lahang.
Elaine adalah seorang pecinta musik yang kiprahnya tidak mendapat respon positif dari ayahnya, karena ayahnya menginginkan agar Elaine menekuni sebagai seorang ilmuwan. Sedangkan Tara, adalah seorang yang mempunyai keterbatasan pendengaran, bahkan hampir sebagian besar pendengarannya tidak berfungsi. Sementara Lahang, adalah seorang pemuda yang sedang dilanda problem keluarga. Nah, dari kasus tersebut, meskipun ada sedikit kekurangan yang terjadi antara ketiganya, namun setelah dirangkai sedemikian rupa, dengan semangat kolektifitas dan sinergisitas, akhirnya sesuatu yang hampir tidak sempurna itu, kini menjadi kekuatan yang maha dahsyat, kekuatan yang saling mengisi dan melengkapi. Yang pada akhirnya membuahkan sebuah impian dan prestasi.
Nah, pelajaran yang sangat berharga ini, sudah diungkapkan dengan bahasa yang indah, penuh dengan inspirasi, empati, heroik, dalam sebuah novel yang berjudul “12 Menit” karya Oka Aurora. Sebuah novel yang sangat apik, sangat menggugah, membangkitkan jiwa-jiwa yang sedang lara, jiwa-jiwa yang sedang terpuruk, terbujur kaku, membatu tanpa daya, tanpa rasa, bahkan hampa asa, untuk berani berubah, berani bangkit untuk menatap langit biru yang harus diburu.
            12 menit, memang memotivasi kita, memompa kita, bahkan menginspirasi kita untuk berani memulai, menyusuri, “melawan arus”, membuktikan janji-janji, merubah diri, meskipun banyak keterbatasan, rintangan, kubangan, jurang, yang jika ditempuh membutuhkan waktu yang cukup panjang, melelahkan, tetap harus kita tempuh, demi sebuah impian suci.
Impian yang menjadi dambaan setiap insani, yaitu impian ke negeri yang selalu diliputi dengan pencerahan hati dari ilahi. Karena Tuhan akan selalu berbuat seperti apa yang akan diperbuat hamba-Nya. Tuhan akan sangat tergantung apa yang akan diprasangkakan hamba-Nya, kalau memang hambanya yakin bisa, maka Tuhan akan memudahkan jalan menuju kemudahan, begitu juga sebaliknya.
Memang, sangat manusiawi, setiap orang pasti menginginkan masa depan yang cerah, masa depan yang penuh dengan impian dan harapan, karena setiap orang ingin hidupnya bahagia, bahagia yang selalu dinaungi rasa kedamaian dan kenyamanan, kenyamanan yang mencerahkan secerah kilauan emas yang terus-menerus menaburkan senyum keindahan. Keindahan yang tidak sekedar indah, tetapi keindahan yang mampu membawa keberkahan, karena keberkahan adalah dambaan setiap orang. Untuk mewujudkan semua itu tidaklah mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Seseorang harus cermat dan pintar dalam mengambil keputusan, tepat memilih dan memilah, serta tepat dalam berproses. Proses (metode). Karena proses atau metode itu lebih penting dari pada hasilnya. Buat apa hasil ujiannya bagus, tapi cara mengerjakannya dari hasil contekan. Buat apa punya uang banyak tapi dari hasil korupsi.
Untuk itu, hanya orang-orang yang berjuang dan berjalan dijalur yang benarlah yang akan mencapi puncak prestasi yang hakiki. Dan hanya orang yang berfikir baiklah, yang akan mendapatkan jalan keluar (solusi). Meskipun butuh waktu panjang untuk sebuah mimpi yang sangat suci, seperti apa yang sudah tergores di novel sakti, penginspirasi perjuangan sejati, demi 12 Menit yang sudah menanti.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar