DAKWAH DAN PENDIDIKAN DALAM
PANDANGAN ISLAM
Dr. Muthoifin, M.Ag
قل هذه سبيلي ادعوا الى الله على بصيرة انا ومن اتبعني
Katakanlah
(Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan yakin.
Memperbincangkan
tema “dakwah” dengan segala problematikanya tak seperti iklan pegadaian
“menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Tapi justru sering membuat masalah baru
jika tidak tepat dalam penyampaian serta tanpa perencanaan yang matang dalam
aksinya. Semua “penyeru” mulai dari para Rasul, Nabi, ulama' hingga ustadz,
semua pasti akan merasakan pahit dan getirnya dakwah, meskipun di dalamnya juga
dijumpai manisnya lebah dakwah.
Secara bahasa dakwah mempunyai arti: ajaran, seruan, undangan, atau panggilan. Dakwah
hampir sama dengan Tabligh yang
artinya: menyampaikan. Akan tetapi dakwah
mempunyai pengertian dan cakupan yang lebih luas daripada tabligh. Kalimat dakwah dalam ayat-ayat al-Qur’an selalu diiringi
dengan kaifiyah al-dakwah
(cara menyampaikan dakwah). Seperti termuat dalam surat al-Nahl ayat 125:
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, dan berdenatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Dalam ayat
tersebut Allah Swt mengiringi perintah dakwah itu dengan kata بالحكمة (dengan bijaksana). Juga dalam surat Yusuf ayat 108:
قل هذه سبيلي ادعوا الى الله على بصيرة انا ومن اتبعني
Katakanlah (Muhammad),
“Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan yakin.
Kalimat
dakwah di atas diikuti dengan ungkapan: على بصيرة (dengan Hujjah yang nyata).
Sedangkan
kata tabligh tidak diikuti dengan perintah ”cara”
seperti dalam Surat al-Maidah ayat 67:
يايها الرسول بلغ ما انزل اليك من ربك وان لم تفعل
فما بلغت رسلته
Wahai
Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau
lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan
amanat-Nya.
Juga kalimat ”وما على الرسول الا البلاغ”.
Adapun
secara istilah dakwah adalah: segala usaha dan kegiatan
yang disengaja dan terencana dalam wujud sikap, ucapan dan perbuatan yang mengandung ajakan dan seruan baik langsung maupun tidak langsung ditujukan kepada perorangan,
masyarakat atau golongan supaya tergugah jiwanya, terpanggil hatinya kepada
ajaran Islam untuk selanjutnya mempelajari dan menghayati serta mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Dakwah
Islam Vs Dakwah Sekuler-Liberal
Dakwah
haruslah berpedoman kepada Aqidah
Islamiyah yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Seandainya Dakwah itu
tidak berpedoman pada keduanya serta tidak menampilkan ruh dari sumber utama
ideologi Islam, maka dakwah itu bisa dikatakan bukan dakwah Islamiyyah
melainkan dakwah asing atau dengan kata lain dakwah sekuler-liberal. Dakwah tidak hanya identik dengan pesantren dan sekolah yang berlabel Islam yang
hanya mengajarkan kitab-kitab arab saja. Dakwah adalah sebuah proses guna
mengarahkan umat manusia kepada kesempurnaan hidup dibawah naungan syari’atullah.[1]
Fungsi Dakwah.
Seorang da’i adalah penyebar rahmat keseluruh penjuru alam, mendorong
terwujudnya kesejahteraan dan ketenangan di tengah-tengah masyarakat. Sekecil
apapun yang disumbangkan seorang da’i dalam rangka dakwah dan pengajaran akan
mendapatkan nilai lebih di sisi allah Swt. Da’i mempunyai fungsi dan tugas yang sangat mulia, baik
di sisi Allah maupun di sisi manusia secara umum. Sebagaimana Firman Allah
dalam surat Ali Imran, ayat 110:
Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuru kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar dan beriman kepada Allah …
Disamping
ayat di atas, fungsi da’i adalah sebagai berikut :
(1)
sebagai المبعوث (utusan yang dapat dipercaya),
(2)
sebaga ليحكم بين الناس (penyelesai masalah di tengah-tengah
masyarakat),
(3)
sebagai مجاهد (pejuang) tanpa pamrih,
(4)
sebagai بشير و نذير
(pemberi motivasi),
(5)
sebagai الداع (pengajak bukan sebagai pemberi petunjuk),
(6)
sebagai بناء و دفاعا
(pembina dan pembela).
Sifat
Adapun sifat-sifat terpenting seorang da’i adalah
sebagaimana sifat yang dimiliki oleh Rasulullah Saw, seperti:
(1)
صدق و امانة و تبليغ و
فطانة و استقامة (benar, dipercaya, cerdas, menyampaikan, dan
konsisten),
(2)
ايمان و علم و اخلاص (Iman, ilmu, ikhlas),
(3)
تواضع وصبر و لين و عاف (Tawadhu’, sabar, lembut , pemaaf).
Sifat-sifat
tersebut diatas adalah sifat-sifat dan perilaku yang terpuji yang dimiliki para
Nabi dan Rasul. Sifat ini juga harus menjadi bagian utama dari pribadi dan
kepribadian muslim (الشخصية الاسلامية) secara keseluruhan,
terutama bagi juru dakwah.[2]
Kriteria
Selain
sifat-sifat luhur di atas, seorang da’i harus mempunyai kriteria-kriteria
dasar. Diantanya:
Pertama, Berilmu. seorang da’i harus mempunyai ilmu
yang memadai dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat dan dasar-dasar ilmu
agama. Sehingga dengan demikian dia dapat memecahkan permasalahan yang
ditemuinya dengan hujjah yang nyata
dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Pepatah Arab mengatakan:
“orang yang tak punya tak dapat memberi”.
Begitu juga diterangkan dalam al-Qur’an:
”Tidak
akan sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu”.
Kedua, Tutur bahasa yang halus dan berkesan. Tutur bahasa yang halus dan menawan
merupakan jembatan dan pembuka hati dan penggerak rasa bagi yang mendapat
panggilan. Kata dan tutur bahasa yang halus memberi kesan dan membekas dalam
hati bagi orang yang mendengarnya, sebagai mana firman Allah dalam surat Thaha ayat 43-44:
Pergilah kamu berdua kepada fir’aun, sesungguhnya dia telah melampui batas, maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kat-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat dan
takut.
Ketiga, Lapang Dada. Seorang Da’i harus mampu
memelihara ketenangan dan keseimbangan jiwanya, dan mampu mengendalikan diri
dengan segera bila mendapat gangguan dan tantangan.
Keempat, Percaya diri. Keberanian dan percaya diri
untuk membela kebenaran adalah sifat-sifat yang mendapat dorongan keimanan,
sebaliknya, ketakutan kepada manusia dan rendah hati adalah sifat-sifat yang
bertentangan dengan iman.
Kelima, Panutan yang baik. Qudwah hasanah adalah pencerminan sifat-sifat yang baik yang
dipandu oleh nilai-nilai al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Qudwah hasanah ini dapat dilihat dari berbagai aspek
seperti: sikap dan tindak tanduk, penampilan yang baik, serta konsistensi sikap.
Keenam, Arif dan Bijak. Orang yang memiliki
kearifan dan kebijaksanaan adalah orang yang akan berusaha menjauhkan diri dari
sifat takabur, hedonistis, egoistis dan materialistis. Oleh karena itu orang
yang memiliki kearifan adalah orang yang mendapatkan kebajikan yang amat
banyak.[3]
Pendekatan yang Harus dilalui
pertama, Pendekatan adat-istiadat.
Adat istiadat yang sesuai dengan
ajaran Islam, seperti aturan perzinahan yang sangat tabu dan aib, memasuki rumah tanpa izin,
apalagi didalam rumah tersebut hanya ada wanita, dll. Dan adat istiadat yang sama sekali bertentangan
dengan norma dan ajaran Islam, seperti makan daging babi, minum tuak/arak, cara berpakaian yang seronok lagi
membuka lebar-lebar aurat, dll.
Kedua, Berintegrasi. Bergabung dengan sekelompok masyarakat yang sedang di dakwahi
dan menyatu dengan mereka. ini metode yang sangat baik, asalkan si da’i tidak
ikut terlibat dalam kebiasaan buruk,
Ketiga, Pendekatan ekonomi. Pendekatan ekonomi kepada masyarakat bisa berupa bantuan moril; seperti dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan bidang peternakan, keterampilan, dll, maupun bantuan matriil ; seperti bantuan-bantuan ringan,
sebagaimana memberi pakaian bekas, supermie, kurma, daging kurban, dll.
Keempat,
Pendekatan formal. Pendekatan yang di dukung oleh instansi-instansi resmi seperti pejabat dan aparat keamanan, ormas keagamaan yang legal; pendekatan ini mempunyai daya tarik tersendiri
dikalangan masyarakat suku terasing
seperti seorang da’i sebaiknya membawa surat tugas resmi/rekomendasi
dari instansi, lembaga atau ormas.
Problematika
dan Romantika
Disamping
menyadari akan kedudukan dan fungsi yang tinggi dan agung dari pendukung dakwah. Akan tetapi seorang Da’i harus menyadari akan banyak dan peliknya ujian-cobaan yang harus dijalani. Baik ujian
lahir ataupun bathin. Allah selalu memberi peringatan kepada Rasul dan Nabi-Nya akan adanya cobaan dan ujian yang bermacam-macam.
Bersamaan dengan itu Allah Swt selalu memotivasi untuk selalu bersabar dan bersabar. Allah berfirman:
Berteguh hatilah kanu, sebagaimana berteguh
hatinya ahli-ahli keteguhan hati dari para rasul.” (al-Ahqaf:35).
Diantara
berbagai macam ujian adalah: 1) ujian dari luar; seperti gangguan dari orang-orang kafir,
kristen, Hindu, Budha, 2) ujian dari dalam; seperti konflik antar ormas Islam tradisional dengan reformis, Islam fundamental dengan progresif. Kelompok pertama ini di identikkan kaum Nahdhah, sedangkan kelompok kedua di
identikkan kaum Muhammadiyah ini sangat rawan sekali; begitu kelompok ketiga diidentukkan kaum
salafi-FPI, sedangkan kelompok keempat kaum liberal pendewa HAM, 3) fitnah umat: Korupsi! Masalah besar yang sekarang dihadapi umat Islam di Indonesia,
4) Krisis Akhlak; krisis akhlak telah melanda kita dewasa ini, bahkan krisis akhlak di zaman
jahiliyah modern ini, lebih keji di bandingkan dengan jahiliyah zaman Rosul.[4]
Problematika
yang terjadi di tengah masyarakat sekarang sebenarnya adalah pengulangan dari
sikap manusian terdahulu, hanya saja kuantitas dan kualitasnya semakin banyak
dan canggih. Seperti dulu pencurian lewat pemalakan, penodongan, sekarang
dengan cara yang lebih canggih dan super mudah, seperti pembobolan Bank dari jarak
jauh, berbagai penipuan lewat kupon dan undian berhadiah, dsb.
Solusinya?
Nabi
Muhammad adalah teladan bagi da’i yang sangat tepat, sehingga para ahli
mencatat bahwa Nabi Muhammad adalah orang tersukses dan tercepat dalam
melakukan suatu perubahan besar dan mendasar pada kehidupan masyarakat. Dengan
mencontoh sepak terjang muhammad dalam berbagai aspek kehidupan, marilah dakwah
yang sekarang kita geluti ini untuk di jadikan sebagai model kegiatan demi
menyelesaikan dan memecahkan persoalan umat yang demikian beragam.
Penutup.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep dakwah dalam Islam sangatlah lengkap, jelas, dinamis, pragmatis, elastis, serasi, dan sesuai dengan kondisi masyarakat. Dakwah
adalah salah satu bagian seni ”penaklukan”
dengan penuh kebijaksanaan; disampaikan dengan pilihan kata yang tepat; dan dalam suasana yang sesuai serta sikap dan
pendekatan yang menawan.
Dakwah
harus tersaji dan ditawarkan dengan
penuh kelembutan; namun para pembawanya harus tetap tegas
memegang prinsip; mampu menjadikan sebanyak-banyaknya lawan menjadi kawan. Mampu menghimpun dan merangkul kawan bukan menjauhkan orang dari sasaran; diri dan
sikapnya menjadi cermin panutan; yang di carinya hanyalah Ridha Allah Swt; tatkala suatu saat ia ditolak dakwahnya alias mengalami kegagalan, ia tidak lantas gundah dan putus asa.
Dakwah memang dan harus ditegakkan, karena dakwah menegakkan kebenaran dan keadilan apapun dan dimanapun. Sebab, kapal tetap harus
melaju mengarungi lautan luas meskipun diterpa ombak dan badai untuk satu tujuan , yaitu di pulau yang disebut dengan بلدة طيبة ورب غفور
Sebuah negeri yang makmur
sejahtera dan mendapatkan ampunan dari Allah Swt..
[1] Dedeng
Rosidin, Akar-akar Pendidikan Dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits, Bandung: Pustaka
Umat, 2003. hlm. 7
[2] Didin
Hafidhuddin,. Agar Layar Tetap
Terkembang; Upaya Menyelamatkan Umat. Jakarta : Gema Insanin, 2006. hal. 73
[3] Didin
Hafidluddin. Agar Layar. hlm. 84
[4] Didin
Hafidluddin. Agar Layar. hlm. 121 –
128.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar