OPTIMALISASI PERAN EKONOMI SYARIAH DI TENGAH
MASYARAKAT SEBAGAI PILAR TERBENTUKNYA
MASYARAKAT YANG ADIL DAN BERADAB
Dr. Muthoifin, M.Ag.
(Guru MA AL KAHFI Hidayatullah Surakarta)
Aktivitas masyarakat dalam berekonomi syariah
akhir-akhir ini ternyata merupakan bagian dari gaya hidup yang berimplikasi
pada nilai-nilai mulia. Hal ini dilakukan karena masyarakat sadar bahwa gerakan
berekonomi syariah akan mendatangkan beberapa dampak positif bagi si pelaku itu
sendiri dan masyarakat sekitarnya. Aktivitas berekonomi syariah ini juga mampu
membuat hidup akan lebih berkualitas dan lebih berkah, karena dalam sistem ini
ada sebuah pilar yang mampu menegakkan sendi-sendi kehidupan bangsa untuk
terbentuknya tatanan masyarakat yang adil dan beradab.
Hal ini disebabkan dalam sistem syariah,
ekonomi yang dibangun bertujuan untuk kesejahteraan semua pihak, tidak hanya
satu pihak atau satu golongan tertentu saja, ataupun hanya untuk memperkaya
satu pihak saja. Artinya dalam berekonomi syariah konsep adil dan keadilan
harus ditegakkan senyata-nyatanya. Bahkan lebih dari itu, dalam tataran makro
tujuan terpenting dari berekonomi syariah adalah untuk terciptanya sebuah
masyarakat dunia yang adil dan makmur. (Veithzal Rivai dan Andi Buchari, 2009).
Lantas kalau dalam tataran global saja, ekonomi
syariah mampu membawa keadilan dan kemakmuran, tentunya dalam lingkup nasional
konsep ekonomi syariah ini harusnya lebih mampu mewujudkan masyarakat yang
berkualitas, adil dan beradab. Dengan catatan optimalisasi peran ekonomi
syariah harus lebih digerakkan hingga kepelosok negeri., tanpa adanya itu,
implementasi untuk mewujudkan cita-cita luhur akan menjadi hampa dan sia-sia.
(Syamsuddin Ramadhan, 2007).
Memang sudah saatnya kita harus menerapkan sistem
ekonomi syariah, baik dalam tingkah laku maupun dalam pola pikir kita
sehari-hari. Agar spirit berekonomi syariah mampu bergerak pasti di
tengah-tengah masyarakat hingga ke pelosok negeri demi terwujudnya peradaban
Indonesia yang maju dan bermartabat.
Untuk itu, hasil dari kemajuan ekonomi syariah
ini harus dicapai dalam rangkaian proses dan kegiatan berekonomi secara Islami.
Karena studi mengenai ekonomi syariah sudah jelas, mampu menegaskan sejumlah
gagasan dan dasar-dasar tentang ekonomi Islam, sebagai sistem ekonomi yang
bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi bangsa, lantaran
pancaran dari nilai-nilai Islam itu sendiri. Sedangkan Islam sendiri adalah
suatu agama yang dilandasi pada pedoman yang diakui kebenarannya sampai saat
ini dan masa yang akan datang, yakni al-Qur’an dan al-Sunnah. (Amir Syamsuddin,
2003).
Berdasarkan data tersebut, terlihat jelas bahwa
sistem ekonomi Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, baik di
sistem ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis, ekonomi komunis, maupun ekonomi
fasisme. Lantaran pijakan dalam konsep ekonomi Islam adalah sumber yang
otoritatif dan eternal, sedangkan ekonomi yang lain berpijak ada aturan-aturan
bersifat kondisional dan temporal. Begitu juga pada bank
syariah yang berbeda dengan bank-bank konvensional lainnya. ( Muhamad Asro dan
Muhamad Kholid, 2011).
Realisasi
sistem ekonomi syariah di Indonesia memang belumlah terlaksana secara maksimal,
khususnya secara substansial. Akibatnya fungsi dan misi ekonomi Islam itu
sendiri menjadi kabur, tidak membawa dampak signifikan pada nilai keadilan dan
keberadaban. Beberapa lembaga keuangan yang notabene adalah dinamo penggerak
yang memegang peranan vital dalam gerak ekonomi Islam, khususnya di Indonesia,
kenyataannya masih saja belum sempat menyibukkan diri dalam usaha kemaslahatan
umat. Padahal di tengah karut marutnya kesejahteraan masyarakat akibat sistem
ekonomi bangsa yang sedikit banyak masih berporos pada konsep “ndoro-isme”
(feodalisme), maka optimalisasi peranan ekonomi Islam dapat menjadi suatu
solusi yang amat penting. (Addiarrahman,
2013).
Peran Pemerintah.
Muhammad Baqir Ash-Shadr, dalam buku Politik
Ekonomi Islam karya Ija Suntana mengatakan, bahwa negara mempunyai
kewenangan untuk mengatur dan mengintervensi segala aktivitas ekonomi yang
berdampak langsung pada masyarakat. Peranan ini merupakan salah satu asas
fundamental dalam sistem perekonomian Islam, dimana intervensi yang dilakukan
pemerintah ini tidak sekedar mengadaptasi hukum Islam yang sudah tertera dalam
teks-teks dalil, namun juga mengisi kekosongan hukum yang terjadi dalam hukum
Islam. Di satu sisi negara berkewajiban mendesak masyarakat agar mengadaptasi
elemen-eleman statis hukum Islam, sedangkan disisi lain, negara juga dituntut
merancang aturan-aturan dinamis guna mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh
hukum Islam. (Ija Suntana, 2010)
Kewenangan pemerintah selanjutnya adalah
sebagai upaya optimalisasi peran ekonomi syariah di tengah-tengah masyarakat. Maka
pemerintah harus secara visioner mendukung dan mengimplementasikan nilai-nilai
ekonomi Islam dalam segala sektor, baik pada sektor keuangan, pembiayaan,
perbankan, asuransi, pegadaian, pariwisata, bisnis, dan lain sebagainya. Hal
ini dikarenakan betapa banyak
masyarakat Muslim di Indonesia yang taat beribadah kepada Allah Swt,
malaksanakan puasa, menunaikan zakat, namun masih banyak menjalankan
praktek-praktek ekonomi yang mengandung unsur ribawi.
Dimana dalam konsep
ekonomi syariah, yang namaya riba itu adalah suatu larangan yang berakibat fatal
serta jauh dari etika dan nilai-nilai keadilan. Terlebih sekarang sudah banyak
bermunculan Bank-Bank Syariah, Pegadaian Syariah, Asuransi Syariah, Hotel
Syariah, serta bisnis dan produk-produk lain yang sudah berintegrasi dengan konsep
syariah. Jadi tidak ada alasan untuk tidak memakai aplikasi sistem syariah. Sistem
yang sudah mendapatkan legalisasi halal dari lembaga yang otoritatif. (Muhammad,
Etika Bisnis Islam, 2004).
Setelah peran
pemerintah dalam mengintervensi dan mendukung kegiatan ekonomi Islam, maka
giliran masyarakat pelaku ekonomi harus bahu-membahu mendukung dan menegakkan
pilar-pilar ekonomi tersebut. Karena dengan adanya peran aktif masyarakat,
secara tidak langsung masyarakat itu menjadi bagian dari komunitas yang selalu
cinta terhadap nilai-nilai keadilan, nilai-nilai kehalalan., menolak semua
bentuk ribawi, bentuk kapitalisme, materialisme, serta berbagai bentuk
kelaliman dan keserakahan.
Adil dan Beradab
Pertanyaan
yang selalu muncul dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi adalah apakah
kegiatan itu harus beradab atau tidak?. Ternyata berekonomi merupakan aktivitas
yang harus dibingkai dengan etika, adab, dan keadilan. Ekonomi yang beretika
dan beradab adalah ekonomi yang mampu menumbuhkan rekanan bisnis yang semakin
berkembang (berkah). Hal tersebut nyata adanya karena kesejahteraan suatu pihak
bukan hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan juga oleh pihak lain dengan
menanamkan etika dalam bertransaksi. (Muhammad, 2004).
Muhammad
Saw telah mempraktekkan transaksi-transaksi perdagangan secara jujur, adil, dan
tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau kecewa. Ia selalu menepati
janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai
permintaan pelanggan. Reputasinya sebagai pelaku ekonomi yang benar-benar jujur
telah tertanam dengan baik sejak muda. Ia selalu memperlihatkan rasa tanggung
jawabnya terhadap setiap transaksi yang dilakukan. Lebih dari itu, ia juga
meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi berekonomi secara
adil. Kejujuran dan keterbukaannya dalam melakukan transaksi merupakan teladan
abadi bagi para pelaku ekonomi generasi selanjutnya. (Muhammad, 2004).
Penutup
Setelah mengkaji peranan penting berekonomi
syariah dengan harapan mewujudkan sebuah masyarakat yang berkualitas, adil dan
beradab. Kiranya perlu kita simpulkan bahwa tujuan dari nilai-nilai luhur
ekonomi syariah tidak akan bisa terlaksana tanpa adanya optimalisasi dan
implementasi di tengah-tengah masyarakat. Gerakan ini harus dilakukan secara
masif dan simultan hingga sampai ke pelosok negeri.
Selain itu aktivasi peran pemerintah mutlak
diperlukan sebagai penopang eksistensi ekonomi syariah di tengah karut marutnya
perekonomian kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan materi serta jauh
dari etika dan keadilan. Keterlibatan pemerintah ini dimaksudkan untuk mengatur
dan mengintervensi segala aktivitas ekonomi yang berdampak langsung pada
masyarakat.
Akhirnya, lewat
artikel ini saya berharap bisa membuka cakrawala baru tentang khazanah pemikiran
nilai-nilai luhur ekonomi syariah, serta menjadi masukan bagi segenap pengurus Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
(PKES) dimana berada, untuk
bekerja lebih optimal, inovatif, dan kreatif dalam memajukan ekonomi syariah di
tengah-tengah masyarakat hingga ke pelosok negeri agar terbentuk tatanan
masyarakat yang berkualitas, adil, dan beradab.
Daftar Pustaka
Addiarrahman,
2013, Meng-Indonesiakan Ekonomi Islam, Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Asro,
Muhammad dan Muhamad Kholid, 2011, Fiqih Perbankan, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2011.
Baqir, Muhammad Ash-Shadr, dalam buku Ija
Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam: Siyasah Maliyah: Teori-teori
Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam, dan Undang-undang Sumber
Daya Air di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad,
2004, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Kompas, 28 februari 2014. Ekonomi
Syariah: Merupakan Gaya Hidup Mulia dan Berkualitas.
Rivai, Veithzal dan Andi Buchari, 2009, Islamic
Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, Jakarta, Bumi Aksara.
Ramadlan,
Syamsuddin al-Nawiy, 2007, Agar Bekerja Menuai Berkah: Bekerja di Bawah
Naungan Sunnah Rasul, Jakarta: Insan Cendekia Media Utama.
Syarifuddin, Amir, 2003, Garis-Garis Besar
Fiqih, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar