Kamis, 05 Desember 2013

OPTIMALISASI GERAKAN EKONOMI SYARIAH UNTUK SINERGISITAS, KEBERKAHAN, DAN PENCERAHAN BANGSA



OPTIMALISASI GERAKAN EKONOMI SYARIAH
UNTUK SINERGISITAS, KEBERKAHAN, DAN PENCERAHAN BANGSA

Oleh: Muthoifin, M.Ag
Guru MA AL KAHFI Hidayatullah Surakarta.

Dalam kehidupan yang serba materialistik dan kapitalistik ini, rasa-rasanya sangatlah sulit bagi seorang untuk mendapatkan penghasilan yang halal dan baik. Masalahnya, hampir semua bisnis dan pekerjaan telah tercemar dengan praktek-praktek yang diharamkan oleh syariah. Mulai dari praktek riba sampai  masalah korupsi. Belum lagi ditambah praktek suap, manipulasi, ghibah, memata-matai, dan lain sebagainya, telah menjadi semacam budaya kerja yang sulit untuk dihindari.
Kerja tidak lagi dipandang sebagai ibadah yang mesti mengikuti ketentuan halal dan haram. Akan tetapi, kerja hanya dipandang sebagai cara untuk memperoleh penghasilan dan harta sebanyak-banyaknya. Akibatnya, prinsip-prinsip syariah dikesampingkan, bahkan dibuang sejauh-jauhnya demi apa yang dinamakan profesionalitas dan target materi yang harus dicapai.
Padahal, yang namanya nafkah halal dan baik merupakan kunci diterima atau tidaknya suatu ibadah. Betapa banyak orang menjalankan ibadah kepada Allah Swt, namun dengan pembiayaan yang haram. Mereka juga terus berdo’a memohon kepada Allah Swt dengan berbagai macam permintaan dan harapan, sementara makanan yang mereka makan, pakaian yang mereka kenakan berasal dari penghasilan yang tidak halal. Lantas, bagaimana mungkin do’anya bisa terkabulkan?
Marilah kita intropeksi diri, apakah apa yang kita kerjakan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah?. Kalau memang belum, marilah kita budayakan bermuamalah sesuai syariah, agar kita benar-benar mendapatkan penghasilan yang halal serta memperoleh kehidupan yang penuh dengan keberkahan dan kebahagiaan yang hakiki. Selain itu, kita juga ikut serta membangun perekonomian bangsa.
Nah, untuk itu, diperlukan sinergisitas, totalitas, dan optimalisasi dalam menggelorakan dan mengaplikasikan potensi-potensi yang ada dalam perekonomian syariah, diantaranya: bisnis syariah, keuangan syariah, dan ZISWAF.
Optimalisasi Bisnis Syariah
Islam telah menggariskan sejumlah aturan yang harus diperhatikan bagi seseorang yang hendak berbisnis. Aturan ini ditetapkan agar seseorang mendapatkan keberkahan dan keutamaan tatkala sedang berbisnis. Diantara aturan berbisnis dalam konsep syariah adalah sebagai berikut:
Pertama. Amanah dalam bekerja. Seseorang harus memperhatikan dan memenuhi semua transaksi yang berhubungan dengan pekerjaannya, mulai dari waktu, tempat, jenis pekerjaan, kompensasi, dan lain sebagainya. Sebab, bekerja adalah akad (janji) yang disertai dengan sejumlah konsekuensi. Jika seseorang harus masuk dan mulai kerja jam 07.30 pagi, maka ia harus datang lebih awal atau tepat pada waktunya. Keterlambatan tanpa adanya udzur syar’I dianggap telah melanggar tansaksi, hal ini dianggap tidak amanah.
Kedua. Tidak berlaku curang. Seseorang tidak boleh berlaku curang ketika diserahi suatu usaha tertentu. Larangan ini bersifat umum, mencakup orang yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Salah satu bentuk kecurangan adalah membuat laporan palsu, proposal yang dimark-up, mengeruk keuntungan pribadi dengan mengatas-namakan instansi atau tempat kerjanya, korupsi, kolusi, manipulasi, dan lain sebagainya. Karena Islam telah mengancam dengan ancaman yang sangat keras bagi para pelaku penghianatan dan kecurangan.
Ketiga. Tidak merampas hak orang lain. Pada dasarnya, harta dan darah seseorang adalah terjaga. Seseorang tidak diperbolehkan merampas harta maupun kehormatan orang lain. Jika seseorang berprofesi dalam suatu pekerjaan yang berakibat pada terampasnya harta atau kehormatan saudaranya yang lain, maka ia telah berbuat suatu kedzaliman. Hal  ini sangat dilarang dalam Islam.
Keempat. Tidak menipu, berdusta, bersumpah palsu, mengambil suap, dan menghibah. Biasanya untuk meyakinkan atasan, klien, dan rekan bisnisnya, seorang karyawan tidak jarang melakukan sumpah palsu, berdusta, menipu, menyuap, menghibah, dan lainnya. Hal ini ia lakukan untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang ia perbuat, atau untuk meraih tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Padahal kesemuanya itu termasuk perbuatan melawan syariah.
Kelima. Tidak mengeksploitasi kecantikan dan ketampanan. Pada dasarnya Islam telah melarang seseorang mempekerjakan orang lain untuk dieksploitasi kecantikan dan ketampanannya. Seorang mesti diperkerjakan berdasarkan kemampuan kerjanya, karena akhir-akhir ini banyak sekali profesi yang mengeksploitasi kecantikan dan ketampanan seseorang. Seperti, pramugari, bintang iklan, pramusaji, dan lain sebagainya. Bukan berarti profesi ini dilarang. Akan tetapi dalam bisnis syariah harus memahami dan melaksanakan kaidah-kaidah dalam profesi yang Islami. Misalkan seorang pramugari harus berpakaian sopan, normatif, dan sesuai budaya luhur bangsa, terlebih ia mau mengenakan jilbab.
Perlu diketahui bahwa bisnis dalam pengertian ekonomi syariah, harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan dalam konsep dan aturan ajaran Islam..
Optimalisasi Ekonomi Syariah
Memang kemajuan ekonomi syariah, merupakan hasil yang harus dicapai oleh rangkaian proses dan kegiatan berekonomi secara Islami. Karena studi mengenai ekonomi syariah telah menegaskan sejumlah gagasan dan dasar-dasar tentang ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi ummat karena pancaran dari nilai-nilai Islam dan keberkahan itu sendiri.
Untuk optimalisasi ekonomi Islam dalam kerangka gerakan ekonomi syariah, maka pemerintah harus secara visioner mendukung dan mengimplementasikan nilai-nilai ekonomi Islam dalam segala sektor, baik pada sektor keuangan, pembiayaan, perbankan, asuransi, pegadaian, bisnis, dan lain sebagainya.  
Betapa banyak orang Muslim di Indonesia yang taat beribadah kepada Allah Swt, malaksanakan puasa, menunaikan zakat, namun masih banyak menjalankan praktek pembiayaan yang mengandung unsur ribawi, dimana dalam konsepsi ekonomi Islam bahwa yang namaya riba itu haram hukumnya.
Terlebih sekarang sudah banyak bermunculan Bank-Bank syariah, Pegadaian Syariah, Asuransi Syariah, Hotel Syariah, serta Bisnis-bisnis dan produk lain yang sudah berlabel syariah. Jadi tidak ada alasan untuk tidak memakai, memanfaatkan, dan mendukung jasa keuangan yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari instansi yang berwenang.
Karena dengan mendukung dan menjalankan praktek ekonomi syariah, kita termasuk bagian dari komunitas yang cinta halal, cinta syariah, dan membenci semua bentuk ribawi dan bentuk ekonomi kapitalis-materealis. 
Optimalisasi ZISWAF
Zakat dan wakaf kalau benar-benar dikelola secara optimal dan menyeluruh, maka keduanya akan menjadi sebuah instrument penting bagi pembangunan manusia, khususnya di Negara yang memiliki penduduk mayoritas muslim, seperti Indonesia dan Malaysia. Bahkan menurut survai Badan Zakat Nasional (BAZNAS), potensi dari sektor zakat nasional bisa mencapai Rp 217,3 triliun. Meskipun realisasinya hanya sekitar satu persen, namun setidaknya dana zakat tersebut mampu membantu lebih dari satu juta mustahik setiap tahunnya (BAZNAS 2013).
 Belum lagi ditambah sektor wakaf. Karena sektor ini juga membawa pundi-pundi keuangan yang sangat melimpah jika dikelola secara optimal. Apalagi dengan seiring majunya zaman pemerintah Indonesia mengeluarkan “fatwa” tentang diperbolehkannya melakukan transaksi wakaf tunai, wakaf berupa uang tunai. Karena dalam pemahaman fikih konserfatif, bahwa budaya wakaf hanya bisa dilakukan dengan berbentuk barang, seperti tanah, bangunan, barang, dan lain sebagainya. Jadi tidak salah, jika sektor ini dikelola dengan professional, maka bisa membantu meringankan beban masyarakat, sekaligus mensejahterakannya.
Memang, zakat merupakan instrument penting bagi pembangunan bangsa menuju ke arah kesejahteraan. Selain itu, ia juga memiliki hikmah yang dapat dikategorikan dalam dua dimensi, yakni dimensi vertika dan dimensi horizontal. Dimana  zakat selain menjadi perwujudan dari ketundukan (ibadah) seseorang kepada Allah Swt, ia sekaligus sebagai perwujudan dari ungkapan solidaritas dan kepedulian sosial (ibadah social). Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang menunaikan perintah zakat dapat mempererat hubungannya kepada Allah Swt (hablun min Allah) dan hubungan kepada sesama manusia (hablun min an-nas). Dengan demikian, pengabdian sosial dan pengabdian kepada Allah Swt merupakan esensi dari ibadah yang bernama zakat.( Asnaini, Zakat Produktif dalam perspektif hukum Islam, 2008). 
Penutup
Optimalisasi gerakan ekonomi yang tepat dan sesuai syariah, tentunya akan membawa efek positif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Yang mana karakteristik dari masyarakat Islam itu sendiri adalah masyarakat yang menginginkan progresifitas. Progresifitas yang mampu membawa keberkahan untuk semuanya. Karena tujuan utama dari spirit berekonomi syariah adalah untuk kemakmuran dan keberkahan bangsa.  Karena keberkahan adalah pancaran dari sistem ekonomi yang dikelola secara syariah, tidak dengan mendzalimi, berlaku curang, korupsi, manipulasi, serta jauh dari unsur-unsur ribawi.
Setelah dijalankan secara optimal dan menyeluruh, perlu dilakukan sinergitas antar elemen-elemen dalam perekonomian syariah. Sinergisitas ini dilakukan untuk penguatan dan sinkronisasi seluruh sektor yang ada dalam ekonomi syariah, baik pada sektor keuangan syariah, bisnis syariah, maupun ZISWAF. Jika sinergisitas ini dijalankan dengan benar, maka  muncullah suatu pencerahan, yakni pencerahan yang mampu membawa kesejahteraan dan keberkahan bagi semua lapisan masyarakat yang berpinsip syariah.
Semoga apa yang sedikit ini, dapat menambah khazanah pengetahuan tentang ekonomi syariah, serta menjadi masukan bagi segenap pengurus Pusat Kajian Ekonomi Syariah (PKES) untuk bekerja lebih optimal, inovatif, kreatif, dan akuntabel dalam memajukan ekonomi syariah untuk kesatuan, kemakmuran, keberkahan, dan pencerahan bagi seluruh bangsa dan dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar